Dekan Syariah UINFAS: Integrasi KUA untuk Semua Agama, Ide Transformatif

PROF. DR. SUWARJIN

BENGKULU- Ide Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan perkawinan semua Agama mendapat respon positif kalangan akademisi. Gagasan yang digulirkan Gus Yaqut tersebut dinilai ide transformatif dan menjadi terobosan baru di bidang administrasi kependudukan di Indonesia.

Pandangan ini disampaikan salah seorang guru besar UIN Fatmawati Sukarno (UINFAS) Bengkulu, Prof. Dr. H. Suwarjin, MA. Menurutnya, selama ini pencatatan nikah warga Negara di Indonesia belum terintegrasi dengan baik. Pencatatan nikah warga Negara yang beragama Islam dilakukan di KUA yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Sedangkan pencatatan nikah warga Negara non Islam dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang nota bene berada di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri.

“Ide pak menteri agama ini menurut saya sangat bagus. Karena mencoba mengintegrasikan pencatatan pernikahan semua agama di satu institusi saja yaitu KUA yang memang memilikan tugas untuk pencatatan pernikahan. Ini ide yang tranformatif,” papar Suwarjin yang juga Dekan Fakultas Syariah UINFAS.

Lebih jauh Suwarjin menilai, ide menjadikan KUA tempat pencatatan pernikahan semua agama selaras dengan perkembangan era digitaliasasi saat ini. Di era sekarang, semua urusan terintegrasi. Dan hampir semua urusan pemerintahan sekarang semua sudah terintegrasi.

“Ide pak menteri sangat bagus karena bukan saja pencatatan pernikahan menjadi terintegrasi dari sebelumnya terpecah di dua institusi, tapi juga akan memberi kemudahan bagi warga,” tandas guru besar yang selalu tampil bersahaja ini.

Karena banyak sisi positifnya, Suwarjin mendukung ide menteri agama tersebut untuk diterapkan. Dia berpendapat, ide tersebut perlu diseriusi dengan membuat langkah-langkah implementatif. Baik terkait hal-hal yang bersifat regulatif maupun urusan bersifat teknis.

 

Langkah Pengintegrasian

Dia mengusulkan agar langkah-langkah implementatif tersebut dilakukan secara terencana. Pertama, dimulai dengan pembuatan regulasi. “Hal ini penting, agar integrasi pencatatan perkawinan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di kemudian hari,” papar Suwarjin.

Langkah berikutnya, lanjut Suwarjin, perlu dipikirkan juga hal-hal yang bersifat teknis seperti penyediaan SDM, sarana dan prasarana yang memadai serta aspek psikologis penganut agama selain Islam.

“Disamping itu, perlu adanya upaya-upaya koordinatif antar kementerian dan lembaga terkait seperti Kemenang, Kemendagri, dan Mahkamah Agung,” tuturnya.

Selain itu, Suwarjin juga mengingatkan bahwa pengintegrasian pencatatan perkawinan akan berdampak pula pada penanganan perceraian. Sehingga, perlu integrasi instansi yang menangani Perceraian. Karena itu, ide menteri agama tersebut masih memerlukan diskusi intensif dan komprehensif agar dapat berjalan dengan baik dan membawa kemaslahatan untuk semua.

“Jika integrasi pencatatan perkawinan dan perceraian tercapai dengan landasan legalitas yang kuat, tentu hal ini akan berdampak positif terhadap integrasi data perkawinan dan perceraian bagi seluruh penduduk Indonesia,” demikian tukas Suwarjin. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *